Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m
Saya menghela napas saat
membaca judul-judul berita tentang Eva Arnaz, beberapa hari ini. Judulnya
bombatis dan cenderung menyudutkan. Keadaannya saat ini dan dulu
dibanding-bandingkan.
Eva Arnaz Dulu
Di tahun 90-an, saat
saya masih kecil, sosok Eva Arnaz katanya sangat terkenal. Namun yang paling
saya ingat, Eva Arnaz sering muncul di film Warkop DKI (Dono Kasino Indro).
Sosoknya dahulu di ingatan saya memang seperti yang digambarkan oleh beberapa
portal-portal berita on-line itu.
Maka dari itu, perubahan
penampilan dan profesinya saat ini menarik untuk diungkap kepada masyarakat
umum? Kenapa perlu diungkapkan
penampilan dan profesinya yang kontras dulu dan sekarang? Karena judul berita
yang kontras akan menimbulkan ketidakpastian.
“Bener, nggak sih, Eva Arnaz yang itu?”
“Masa iya bintang film anu sekarang jadi wanita berjilbab rapi?”
“Mungkin Eva Arnaz yang lain.”
Ketidakpastian dari
berita yang kontras dan mengejutkan menyebabkan rasa ingin tahu atau curiosity. Menurut Berlyne yang
mengemukakan teori curiosity,
ketidakpastian akan menimbulkan rangsangan tinggi pada sistem saraf pusat kita
sehingga mengarahkan kita untuk mengurangi ketidakpastian itu. Soal berita Eva
Arnaz itu, cara mengurangi ketidakpastian adalah membaca berita lengkapnya.
Kita sebagai netizen
akan klik tautan, menyusuri berita pada halaman portal. Kita membaca berita
sampai tuntas sehingga berkuranglah ketidakpastian itu. Masalahnya, saat kita masuk
ke portal sekadar untuk membaca berita, berbagai iklan yang menggoda akan
menghadang. Berita itu menjadi umpan untuk menggiring netizen masuk dan
melakukan aktivitas lebih jauh di portal itu. Misalnya klik banner iklan, atau
membaca berita-berita lainnya sehingga menyumbang page view dan lalu lalang netizen di potal itu.
Bagi saya, cukup baca
beritanya, lalu tutup halaman portalnya. Beberapa kali, pernah juga klik
berita-berita lainnya karena judulnya benar-benar menimbulkan curiosity. Nah, bagi orang-orang yang
memiliki rasa ingin tahu atau curiosity
yang tinggi terhadap Eva Arnaz (mungkin fans berat Eva Arnaz dulu) membaca
beritanya saja tidak cukup. Harus bertemu langsung dengan Eva Arnaz, mengunjugi
toko bajunya atau warung lontong sayurnya. Untunglah saya bukan fanz berat Eva
Arnaz.
Terlepas dari rasa ingin
tahu atau curiosity netizen, saya
menyayangkan pemberitaan Eva Arnaz yang lebay, apalagi dengan menggunakan
istilah Bom Seks, Artis Panas, Bintang Hot
dan semacamnya. Mungkin Eva Arnaz dan keluarganya sedih membaca berita-berita
itu. Namun di sisi lain, semoga pemberitaan tersebut merupakan ujian untuk
ketaatannya menutup aurat dan cara Allah untuk semakin meninggikan derajatnya.
Betul dan itu memang senjata bagi media agar orang membacanya. Kalau judulnya biasa-biasa saja mungkin tidak akan menyumbang traffic yang besar.
BalasHapusJudul lebay itu sebanrnya kuterapkan juga di blog ini :-P
Hapusya eva arnaz sering maen di Warkop DKI, dulu sering sama Nurul Arifin, Gity Srinita, dan sederet artis lainnya. setting tempatnya pantai, wuiihhh asyiikk :-)
BalasHapus