Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m...
Kapal Telok Abang. Foto heni_rifai |
Miniatur Kapal
Kapal
telok abang berupa miniatur kapal laut atau kapal terbang yang terbuat dari
kulit pohon Ek Gabus. Kita sering menyebutnya gabus saja. Gabus sering kita
manfaatkan sebagai penutup botol. Pada industri hulu dan hilir, gabus merupakan
bahan untuk membuat bola kriket, komponen mesin, dan banyak lagi. Sebagian
masyarakat kita juga menggunakannya sebagai pelampung jala karena gabus ringan
dan dapat mengapung di permukaan air.
Sifat
gabus yang ringan, dapat mengapung di permukaan air, serta mudah dibentuk
dengan pisau menjadikan bahan ini sebagai pilihan untuk membuat miniatur kapal
terbang atau kapal laut. Beberapa kendaraan lain seperti becak, dan mobil juga
dapat kita temukan.
Gabus
dibentuk minatur kapal, kemudian diwarnai dan dihias dengan kertas krep. Di
beberapa sisi kapal dikaitkan tali yang disimpulkan pada batang kecil bambu
sebagai pegangan sehingga kapal mudah digoyang-goyangkan.
Di
bagian atas kapal dari gabus itulah telur ayam yang sudah dibaluri warna merah
dari pewarna makanan ditancapkan. Di atas telok juga ada hiasan bendera merah
putih.
Pengrajin
kapal telok abang biasanya menancapkan ujung batang bambu pada pelepah pisang.
Mereka menjajakan kapal telok abang di pinggir jalan. Harganya bervariasi mulai
dari belasan ribu sampai ratusan ribu rupiah, tergantung model kapal.
Tradisi Ratu Belanda
Ali
Hanafiah, Kepala Museum Sultan Mahmud Badarudin II menuturkan bahwa kapal telok
abang bermula dari peringatan Ulang Tahun Wilhelmina II, Ratu Belanda saat
masih berkuasa di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, kebiasaan itu terus
berlanjut, namun dimaknai sebagai perayaan atas kemerdekaan Indonesia.
Awalnya
telur yang digunakan adalah telur itik. Namun karena telur ayam lebih murah,
para pengrajin kapal telok abang menggantinya. Telur ayam sudah direbus
sehingga dapat dimakan. Beberapa kapal
juga dijual tanpa telur jika konsumen menginginkan harga yang lebih murah.
Mainan Anak
Miniatur
kapal yang mirip dengan mainan anak-anak, menjadikan kapal telok abang ini
sangat disukai oleh anak-anak. Orang dewasa yang membeli pun biasanya
memberikan kapal telok abang kepada anaknya atau anak kerabat keluarga. Namun
beberapa orang dewasa juga membeli kapal telom abang untuk mengingat masa lalu,
sebab tradisi ini setua usia kemerdekaan Indonesia.
Pria dewasa juga suka kapal telok abang. Foto aswinyandikahakki |
Jika
Anda ke Palembang di kisaran tanggal 17 Agustus, kapal telok abang ini bisa
menjadi oleh-oleh. Namun pastikan telurnya masih bagus atau buat sendiri telok
abang-nya. Caranya cukup rebus telur dan pulas dengan pewarna kue saja. Kapal
telok abang dapat menjadi mainan alternatif atau media bercerita kepada anak,
untuk mensyukuri kemerdekaan Indonesia yang sudah seusia kakek dan nenek kita.
Pertamanya..;)
BalasHapusjadi kangen banget sama palembang, apa kabar mas koko...:)
BalasHapusAlahmadulilkah kabar baik, Mbak Dedew. Long time no see ^_^
HapusKapan-kapan harus ke Palembang saat 17 Agustus, nih
BalasHapusBagus sekali kreasi kapal2nya... ira
BalasHapus