Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m...
Pada saat Majelis Uiama Indonesia
memberikan fatwa shalat di rumah guna menghambat penyebaran wabah corona,
sejumlah orang mengerutu. “Ke Masjid dilarang, giliran pasar dan mall tetap
dibiarkan buka.”
Saya juga mendapat ujaran
serupa dengan redaksi kalimat yang berbeda. Namun intinya sama: menyayangkan
anjuran shalat di rumah saja daripada di masjid serta membandingkan masjid dengan
pasar dan mall. Sepintas lalu, mungkin kita terpengaruh dengan ujaran tersebut.
Mendadak baperan dan ikut mempertanyakan fatwa MUI tersebut.
Padahal menurut Misbahul Huda
dalam satu video Inspirasi Spirit Ramadhan untuk Syaamil Group, sikap menolak
shalat di rumah dan membandingkan masjid dengan pasar atau mall merupakan
contoh ibadah dengan perasaan, bukan dengan ilmu. Beribadah dengan perasaan di
masa pendemi corona dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain, sebab hanya
menggunakan persepsi pribadi.
MUI memberikan fatwa tentu
sudah mempertimbangkan banyak hal dengan berbagai ilmu. Berdasarkan ilmu fikih
misalnya. Ustaz Muhammad Azizan Lc dalam publikasi Republika.co.id (29/3/2020)
menjelaskan bahwa menolak mafsadah atau kerusakan itu lebih utama daripada
mengambil maslahat. Pahala shalat berjamaah di masjid sangat besar, namun
keburukan yang dapat ditimbulkan akibat shalat berjamaah di masa pandemi bisa
jauh lebih besar.
Kabar baiknya, pahala yang
kita peroleh dengan shalat di rumah bisa tetap setara berjama’ah di masjid. Hal
ini merujuk pada hadis berikut.
Telah bercerita kepada kami Mathar bin al-Fadhl telah bercerita kepada kami Yazid bin Harun telah bercerita kepada kami 'al-'Awwam telah bercerita kepada kami Ibrahim Abu Isma'il as-Saksakiy berkata; Aku mendengar Abu Burdah pernah bersama dengan Yazid bin Abi Kabsyah dalam suatu perjalanan di mana Yazid tetap berpuasa dalam safar, lalu Abu Burdah berkata; "Aku sering mendengar berkali-kali Abu Musa berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda, "Jika seorang hamba sakit atau bepergian (lalu beramal) ditulis baginya (pahala) seperti ketika dia beramal sebagai muqim dan dalam keadaan sehat." (HR Bukhari)
Ahli medis telah menyampaikan
bahwa hanya 15% saja penderita covid19 yang menampakkan gejala. Lainnya tidak
menyadari sudah terjangkit corona virus. Apabila dia shalat di masjid, potensi
penularan pada orang lain sangat tinggi. Maka dari itu, menahan diri tidak
beribadah ke masjid itu sama dengan menjaga nyawa muslim lainnya dari kenatian
akibat corona virus.
Hal ini mengacu kepada Firman
Allah dalam al-Maidah ayat 32:
"Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya."
Mengikuti perasaan yang bisa
membahayakan diri dan orang lain tentu akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat
kelak. Utamakan ilmu untuk mengutamakan keputusan demi kebaikan bersama bukan
rasa enak-tak enak di hati.
Selain itu membandingkan
masjid dan pasar atau mal tidak setara. Masjid dicintai Allah sedangkan pasar
dibenci-Nya. Hal itu tersurat dalam sabda Rasulullah.
Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid – masjid. Adapun tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar-pasar. (HR. Muslim)
Melaksanakan shalat pun sebenarnya bisa di mana saja. Asalkan suci
sebagaimana hadis Rasulullah.
“Seluruh bumi telah dijadikan tempat sujud (masjid) untukku, dan sarana bersuci.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Tempat shalat banyak alternatifnya. Pasar atau mall bisa digantikan
oleh marketplace online, namun belum
bisa memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat secara cepat.
Sumber gambar: Freepik.com/H9images
Hmm, bener nih. Kadang perlu dilihat dulu banyak manfaat dan mudharatnya. Untuk satu kasus ini saya setuju agar masjid ditutup.
BalasHapusTerkadang nyinyiran itu bisa keluar dari orang yang ketika sudah dibolehkan beribadah ke mesjid, ia akhirnya tidak ke mesjid juga. Memang di saat sulit seperti ini kita sebaiknya mengikuti anjuran umara dan ulama.
BalasHapus