Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m...
Ahmad seorang karyawan
swasta. Saat berangkat ke kantor, dia mengucap basmalah. Senantiasa berdoa
kepada Allah. Ahmad memohon campur tangan Allah dalam setiap pekerjaannya, minta
penjagaan atas keluarga yang ditinggalkan di rumah. Hal itu mudah saja
dilakukan Ahmad, karena di kantornya ada pengingat doa bersama.
Saat bekerja, Ahmad
selalu menyempatkan diri shalat dhuha dan membaca Al Qur’an. Shalat dzuhur dan
Asar pun dikerjakan tepat waktu secara berjamaah. Ahmad berusaha menunaikan
tugas-tugasnya sesuai peraturan yang berlaku serta tidak menyimpang dari
syariat Islam.
Pada akhir bulan Ahmad
gajian. Dia tidak lupa menyisihkan sebagian gajinya untuk zakat, infak, dan
sedekah. Ahmad sadar dalam gajinya ada hak orang lain yang harus dipenuhinya.
Dia pun berusaha membelanjakan penghasilannya sesuai kehendak Allah.
Kegiatan ngantor Ahmad bisa dikatakan bernilai
ibadah. Sungguh luar biasa berkah apabila di satu perusahaan semua karyawan
melakukan proses awal dan akhir bekerja seperti yang dilakukan Ahmad, kan?
Realitanya mungkin belum banyak karyawan seperti Ahmad itu.
Karyawan, pengusaha, dan
pekerja lainnya memulai aktivitas dengan niat kejar target, omset, bonus, dan
capaian materialistis saja. Shalat dan baca Al Qur’an sering ditunda. Pekerjaan
lebih utama. Bahkan shalat sering di akhir waktu karena rapat, menjalin relasi
bisnis dan urusan pekerjaan lainnya. Saat menerima gaji, uang di rekening bank terasa
numpang lewat saja. Berbagai tagihan dan belanja konsumtif menguras penghasilan
sebulan bekerja. Sedikit berkah dari gaji yang telah diterima.
Boleh jadi, keburukan
dalam bekerja juga dilakukan secara berjamaah dalam perusahaan. Eksploitasi dan
eksplorasi berlebihan. Dampak buruk terhadap sumber daya alam diabaikan demi
laba, laba, dan laba... Keberkahan tentu sulit menjangkau perusahaan hingga ke
rumah tangga para karyawannya.
Pandemi virus corona
menghancurkan sejumlah bisnis yang mapan. Misalnya saja bisnis perjalanan.
Siapa yang mau jalan-jalan di era pandemi seperti ini? Namun di saat itulah
para pengusaha dan pebisnis yang terpuruk sebenarnya diingatkan Allah untuk
bersabar sebagaimana firman-Nya
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. QS Al-Baqarah: 153)
Saatnya para pengusaha
dan pebisnis melakukan reorentasi visi dan misi. Mengikuti tatanan illahi daalam
menjemput rezeki. Putar balik dari jalur kemaksiatan ke jalan lurus taat kepada-Nya.
Hentikan keserakahan dalam melakukan eksplorasi dan eksplotasi. Jangan ulangi
pemakaian energi berlebihan. Apabila energi dihabiskan sekarang, anak-cucu
nanti bagaimana?
Selain tetap berusaha
dengan cara-cara yang baik pendekatan terhadap Allah melalui shalat, zikir,
sedekah, doa, dan ibadah lainnya terus ditingkatkan. Tiada daya dan upaya
kecuali atas pertolongan Allah Swt. Apabila pengusaha dan pebisnis terpuruk, mungkin
itulah cara Allah Swt untuk menaikkan derajatnya, manakala dia berhasil
melewati ujian ini. Hanya mereka yang lulus ujian mendapat tempat yang baik,
kan?
Bagi karyawan seperti
Ahmad, di masa pandemi ini merupakan ujian bagi dirinya, apakah tetap melakukan
rutinitas seperti biasa kala work from
home, bekerja dari rumah. Selama ini dia berada pada lingkungan kerja yang
sangat mendukung. Saat bekerja di rumah, dapatkan dia menciptakan situasi dan kondisi
yang mendukung ibadahnya? Termasuk manakala gajinya dipotong, dapatkah dia
berhemat dan tetap menunaikan zakat, infak, dan sedekah?
Untuk para karyawan yang
di-PHK, kesabarannya benar-benar diuji. Apakah dia bisa menangkap peluang lain.
Bisa jadi peluang baru itu membuka pintu rezeki yang lebih baik. Bukannya sekadar
atau meratapi pekerjaannya yang hilang dan menyalahkan orang lain.
Bersama Allah kita
hadapi masalah. Berita gembira hanya akan diberikan kepada orang-orang yang
sabar. Orang-orang yang selalu bersama Allah. Semoga kita termasuk orang-orang
yang sabar tersebut.
Berdasarkan nasihat Misbahul Huda untuk Syaamil Group
Foto: Freepik.com
Foto: Freepik.com
Tulisan ini sejuk. Terima kasih sudah mengingatkan Bang. Kadang sy banyak lupa melibatkan Allah dalam setiap perkara.
BalasHapusSelalu ada hikmah dari semua hal yang terjadi, bahkan pandemi ini. Soal pebisnis itu, kayaknya mereka banyak yang masih ragu dengan konsep bisnis syariah, seakan menjalankan prinsip syariah mengurangi pendapatkan atau rezeki mereka
BalasHapus