Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m...
Jutaan
umat Islam telah berpartisipasi dalam Aksi Bela Islam yang pertama pada 14
Oktober 2016 sampai Aksi Bela Islam yang ketiga di Monas dan sekitarnya, 2
Desember 2016 lalu. Apakah peserta aksi itu adalah orang-orang yang berani
membela Islam? Kita dapat menelaah keberanian peserta kasi tersebut berdasarkan
pemaparan Na’im Yusuf di dalam buku Seberapa
Berani Anda Membela Islam?
Makna Berani
Kata
berani jika ditinjau dari bahasa Arab, berasal dari kata ar-Rujulah yang artinya kelelaki-lakian atau berani. Ar-Rajul
adalah sinonim untuk kata Add-dzakar
yang bermakna laki-laki dan antonim dari kata al-mar’ah yang artinya perempuan. Kata ar-Rujulah ini disematkan pada seseorang yang memiliki sikap
pemberani yang seharusnya ada pada laki-laki. Meskipun begitu, perempuan juga
bisa bersikap kelelakian dalam porsi yang wajar. Dalam satu hadis misalnya,
Aisyah ra, istri Rasulullah dikatakan seperti laki-laki dalam berpendapat.
Menariknya
kata ar-Rajul ini disebut sekitar 45
kali dalam Al Qur’an. Beberapa di antara makna ar-Rujulah itu terkait dengan para nabi dan rasul yang mendapat
amanah dakwah dan harus menghadapi tantangan serta rintangan dari umatnya. Misalnya
saja pada ayat berikut ini:
Kami tiada mengutus rasul rasul
sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri
wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu,
jika kamu tiada mengetahui. (QS Al Anbiya [21]: 7)
Meskipun
kata berani sering mengacu kepada laki-laki, namun maknanya lebih luas daripada
sekadar masalah gender. Yusuf Qardhawi dalam kitab Min Ajili Shahwah Rasyidah Tujaddidu ad-Din wa Tunhidhu bi ad-Dunya
halaman125 memaparkan bahwa sikap berani tidak ditentukan oleh gender, usia,
postur tubuh, harta, jabatan, atau gelar.
“Sesungguhnya
sikap pemberani adalah kekuatan jiwa. Pemiliknya dapat mengemban
perkara-perkara yang mulia dan menjauh dari hal-hal yang hina. Kekuatan yang
menjadikannya besar meskipun dia kecil, kaya dalam kemiskinannya, dan kuat
dalam kelemahannya. Kekuatan yang menjadikannya memberi sebelum menerima,
melaksanakan kewajiban sebelum meminta hak: kewajiban terhadap Tuhannya, diri,
dan agamanya. Tidak akan berkembang sikap pemberani yang masih kosong dan
mendidik para kesatria yang saleh, kecuali dalam naungan akidah yang kuat dan
kemuliaan yang kukuh.”
Sikap
berani yang digambarkan Yusuf Qardhawi ini sepertinya dapat kita lihat dari
peserta Aksi Bela Islam, khususnya Aksi Bela Islam yang ketika pada 2 Desember
2016 lalu. Misalnya saja para santri dari Ciamis yang hendak menempuh
perjalanan ke Jakarta dengan perbekalan seadanya. Aksi yang dilakukan akibat
penolakan jasa transportasi untuk mengangkut mereka itu menginspirasi umat Islam
lainnya untuk turut serta dalam Aksi Bela Islam di Monas tersebut.
Karakter Para Pemberani
Para
sahabat Rasulullah saw telah memberikan banyak contoh sikap berani. Misalnya
saja saat Khalid bin Walid mengepung kota al-Hirah. Ia meminta bantuan pasukan
kepada Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. Namun Abu Bakar hanya mengirimkan
seorang pajurit yaitu al-Qa’qa bin Amr. Sang Khalifah berkata bahwa al-Qa’qa
dalam pasukan lebih baik daripada seribu prajurit.
Apakah
keberanian seperti al-Qa’qa itu masih bisa kita temukan saat ini? Na’im Yusuf menjabarkan
13 karakter seorang pemberani yaitu
1.
Mencintai masjid.
2.
Menyeru ke jalan Allah.
3.
Bersungguh-sungguh dan tanggap.
4.
Bersikap aktif dan bertanggung jawab.
5.
Bercita-cita yang tinggi.
6.
Mulia dan terhormat.
7.
Berani di atas kebenaran.
8.
Berani
9.
Berjihad dan berkorban.
10.
Teguh di atas kebenaran.
11.
Sabar dan membiasakan diri.
12.
Memenuhi janji dan jujur pada Allah.
13.
Tidak mudah putus asa dan pesimis.
Na’im
Yusuf membahas tiap karakter secara menyeluruh mulai dari definisi, sejarah,
dan contoh sosok para sahabat yang menonjol dengan karakter tersebut. Memang
tidak disebut contoh sosok di masa sekarang, namun di sanalah kekuatan
penjabarannya, sebab para sahabat adalah generasi terbaik yang pernah ada.
Jadi,
jika kita ingin menjawab pertanyaan: apakah peserta aksi itu adalah orang-orang
yang berani membela Islam? Semua karakter yang dalam buku Seberapa Berani Anda Membela Islam? Dapat menjadi semacam alat ukur
rujukan. Keberanian peserta aksi kurang patut ditakar hanya dari sekadar
pakaian, foto aksi, dan teriakan lantang saat aksi berlangsung. Semangat Aksi Bela Islam seharusnya menjadi salah satu
penyemai tumbuhnya 13 karakter berani membela Islam menurut Na’im Yusuf.
Judul
buku :Seberapa Berani Anda Membela
Islam?
Penulis : Na’im Yusuf
Penerbit
: Maghfirah Pustaka
Tebal : 274 halaman
ISBN : 978-979-25-2643-1
Cetakan
Pertama, Mei 2016
Sumber foto judul: trentekno.com
Sumber foto judul: trentekno.com
Jadi bisa menakar diri sendiri neh
BalasHapus