Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m...
Kurikulum
kelas menulis kreatif sering ditanyakan kepada saya. Pada tahun 2006, saya
pernah menyusun kurikulum kelas menulis kreatif untuk diajarkan secara privat
kepada tiga bersaudara, anak anggota DPR RI yang semuanya masih berusia SD.
Kurikulum kelas menulis kreatif itu saya adaptasi dari buku Writing Craft karya
Ralph Fletcher and JoAnn Portalupi. Kurikulum itu saya pakai juga pada beberapa
kelas menulis kreatif dengan peserta usia SD kelas tinggi dan SMP. Usai menikmati pendidikan psikologi di
Universitas Indonesia, saya menyadari, kurikulum awal kelas menulis kreatif itu
sebaiknya memberikan pengalaman MEMBACA.
Langkah Awal Menyusun Kurikulum Kelas Menulis Kreatif: Tanya Bacaannya!
Jika
dirunut berdasarkan perkembangan kognitif, belajar mengenal huruf dan membaca
terlebih dahulu daripada menulis, kan? Menulis itu kemampuan kognisi tingkat
tinggi. Seseorang harus memiliki jumlah kata yang cukup banyak di kepalanya,
pengetahuan luas dan imajinasi untuk merangkai kata dan menuliskannya. Kita
bisa membaca dulu baru kemudian menulis. Membaca untuk menulis. Jadi pengalaman
membaca seorang anak yang akan mengikuti kelas menulis harus diketahui terlebih
dahulu.
Untuk
mengetahui pengalaman membaca anak, saya sering memberikan formulir yang berisi
pertanyaan:
Apa judul buku favoritmu
Buku apa saja yang kamu baca dalam waktu 3 bulan terakhir?
Dari
pertanyaan buku favorit saya mengetahui minat anak pada jenis bacaan tertentu.
Buku terakhir yang dibaca anak, memungkinkan saya menghubungkan jenis buku
favorit dengan bacaan terkini anak. Apakah buku terakhir yang dibacanya adalah
buku yang tengah best seller di toko buku? atau buku lama hasil pinjaman dari
teman, taman baca, atau perpustakaan?
Data
buku favorit dan bacaan terakhir saya konfirmasikan pada saat bertemu. Hal ini
untuk memastikan bahwa formulir memang diisi oleh si anak sendiri, selain
menggali hal-hal di balik buku favorit dan bacaan terakhirnya seperti latar
belakang kepemilikan, dan motivasi membaca buku itu. Biasanya konfirmasi itu
berlangsung pada pertemuan pertama. Peserta kelas menulis saya minta bergiliran
menceritakan buku favorit dan bacaan terakhirnya. Pada sesi ini bersiaplah
dengan situasi dan kondisi anak banyak omong dan anak hemat kata.
Bacaanmu adalah Tulisanmu
Bagi
saya, mengetahui bacaan anak sangat penting dalam menyusun kurikulum kelas
menulis kreatif. Bacaan anak akan memengaruhi gaya penulisannya. Jika anak
biasa membaca novel-novel atau buku karya penulis cilik, kualitas tulisan
mereka mendekati tulisan penulis-penulis cilik itu.
Emang
salah membaca karya penulis cilik?
Tidak.
Namun saya tahu, beberapa karya penulis cilik itu mengalami penyuntingan yang
cukup berat olah para kakak editor yang baik hati. Terutama penulis cilik
pemula. Karya penulis cilik tidak selalu bisa dijadikan acuan utama. Pelan-pelan si
anak harus bergerak dari membaca buku karya penulis cilik ke buku anak karya
penulis dewasa. Bagaimana pun juga penulis dewasa lebih kaya pengalaman hidup
dibandingkan penulis cilik dan sifat egosentrisnya telah jauh berkurang. Buku
penulis dewasa, terutama yang mendapat penghargaan nasional atau internasional
lebih tepat sebagai acuan.
Saya
biasanya menyediakan sejumlah buku untuk dibaca oleh anak-anak di kelas kreatif
menulis. Buku-buku itu karya penulis yang sudah meraih penghargaan atau buku
anak yang sudah dialihrupakan menjadi film, video games dan lainnya. Saya
membuat kesepakatan, berapa lama si anak harus menyelesaikan baca buku itu,
agar anak lainnya dapat giliran membaca buku yang sama.
Usai
menamatkan buku yang saya pinjamkan, anak harus membuat komentar tentang buku
secara tertulis. Tidak perlu mengatakan kepada mereka “kamu harus membuat
resensi buku!” Komentar tentang buku lebih mudah dipahami anak daripada kata
resensi. Meskipun kelak tulisan yang dibuat anak berupa resensi.
Pengalaman Membaca sebagai Kurikulum Awal Kelas Menulis Kreatif
Saya
biasa menyusun satu paket kurikulum untuk 12 kali pertemuan, sesuai dengan
jadwal sekolah anak. Saat mid test atau UAS, kelas menulis biasanya libur.
Pertemuan sebanyak 12 kali, cukup untuk 1 semester. Kelas menulis saat liburan
sekolah dapat dibuat menjadi paket tersendiri.
Nah,
kurikulum awal kelas menulis itu disusun untuk meningkatkan pengalaman membaca
anak. Secara spesifik tujuan kurikulum awal kelas menulis adalah:
1.
meningkatkan kualitas buku bacaan anak yang sudah rutin membaca.
2.
membiasakan anak membaca secara rutin pada periode waktu tertentu.
3.
menstimulasi anak untuk mengomentari bacaannya secara lisan dan tertulis.
Kurikulum
kelas menulis kreatif dapat disusun sebagai berikut
Pertemuan
1: Membahas cerpen dengan tema bebas.
Pertemuan
2: Membahas cerpen novel dengan tema bebas
Pertemuan
3: Membahas cerpen misteri
Pertemuan
4: Membahas novel misteri
Pertemuan
5: Membahas cerpen fantasi
Pertemuan
6: Membahas novel fantasi
Pertemuan 7: Membahas cerpen kehidupan sehari-hari, dan seterusnya sampai 12
pertemuan.
Metode
pengajaran bisa bervariasi seperti ceramah, diskusi, nonton dan ulas film,
diskusi kelompok terpumpun (Focus Group Discussion) dan banyak lagi. Setiap
pertemuan yang durasinya 1,5-2 jam digunakan untuk mengulas unsur intrinsik dan ekstrinsik buku fiksi yang dibaca sudah dibaca anak. Buku bisa dari koleksi anak (anak memilih sendiri) atau buku yang kita pilihkan atau pinjamkan.
Mendiskusikan buku yang dibaca dengan anak dapat mengetahui pengalaman membaca mereka. Foto pelatihan menulis kreatif singkat untuk anak-anak satu panti asuhan di Depok |
Saya
juga menyelingi dengan games atau ice breaking supaya peserta tidak bosan.
Misalnya memilih anak yang menuturkan bacaannya dengan bola. Bola dari plastik
atau remasan kertas dilempar ke satu anak. Anak yang mendapat lemparan bola
artinya mendapat giliran untuk bertutur.
Jadi
kapan nulisnya?
Menulisnya
di rumah. Pada kelas menulis kreatif, saya hanya mengalokasikan waktu 15-30
menit saja untuk menulis di tempat secara manual, menulis dengan tangan.
Anak-anak lebih banyak saya ajak ngobrol, diskusi, atau bermain-main. Namanya
saja kelas menulis kreatif. Jadi, harus kreatif dalam menetapkan kegiatan
belajar mengajarnya.
Sumber ilustrasi: http://kidslearntoblog.com
makasih tulisannya, mas. membantu banget buat saya yang sedang mengisi ekskul menulis di sebuah sd di kota saya :)
BalasHapusAlhamdulillah. Semoga bermanfaat dan bisa diterapkan
HapusMas Koko, kalau pengalaman saya, anak-anak lebih bisa menghasilkan tulisan ketika di sekolah. Kalau diminta ngerjakan di rumah, tulisannya gak selesai-selesai. Jadi saya lebih memperbanyak praktek daripada diskusi dan materi. Ini khusus yang SD. Ada saran?
BalasHapusSelama ini saya selalu silaturahim dan komunikasi dengan orang tua anak. Jadi, kalau ada tugas, saya minta orang tua untuk ingatkan anak bahwa ada tugas menulis yang harus diselesaikan.
HapusKalau anak tidak mengumpulkan tugas, saya cari tahu kenapa? Apa alasannya. Kalau anak sakit, berarti minggu berikutnya dia harus kumpul 2 tulisan, nggak bikin lagi, tambah banyak PR-nya. Punishment tidak selalu tepat digunakan karena beberapa anak sengaja ingin mendapat punishment karena cari perhatian (ingin diperhatikan)
Terima kasih mas koko. Bermanfaat banget :)
BalasHapusNanti ada softselling buku Mbak Sri di sini. Belum sempat ambil fotonya
HapusTerima kasih sharingnya Mas Koko, saya juga mengawali kelas menulis dengan adik-adik SD tentang membaca. Mirip dengan Mas Rafif, beberapa kali tugas untuk menulis di rumah jarang dikerjakan dengan berbagai alasan. Akhirnya saya alokasikan waktu untuk menulis ketika kelas menulis. Tapi beberapa minggu terakhir ketika akan mengikuti lomba PECI Indiva, baru ada yang semangat mengerjakan di rumah :)
BalasHapusTerkadang memang harus ada motivasi dari luar untuk menulis. Di salah satu sesi peltihan menulis saat liburan (cuma 3x pertemuan), saya pernah janji gini, siapa yang bikin tugas menulis di rumah, saya akan kasih buku apa saja yang mereka inginkan. Cara ini cukup berhasil. Cuma satu anak yang nggak memenuhi target sehingga nggak saya kasih buku
Hapusnoted mas... buat tambahan info tim mentor kelas menulis anak yang akan kami jalankan tahun ini..
BalasHapusAlhamdulillah. Nanti kita sharing lebih banyak lagi
Hapusmatur nuwun mas koko atas informasinya. luar biasa dah.
BalasHapusMas Koko Nata berpengalaman dalam mengajar di dunia tulis menulis, saya adalah muridnya sejak sekitar tahun 2006 atau 2007 di FLP depok. mari mampir baca2 juga di blog :) http://rumahc.blogspot.com/2016/01/cara-membuat-buletin-dengan-ms-word.html
BalasHapusMakasih sharing pengalamannya mas koko ��
BalasHapus