Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m...
Seorang teman pernah curhat, bahwa dia ingin bunuh diri. Masalah demi masalah harus dihadapinya dan cenderung masalah yang itu-itu saja sejak ia remaja, bahkan kanak-kanak. Kalau dari ceritanya, saya menilai, ada emosi negatif yang terjebak dalam dirinya. Emosi itu terus berputar di dalam tubuh; kepalanya sehingga masalah yang itu-itu saja menimpanya.
Apa Itu Emosi?
Emosi
asal katanya emovere (bahasa Latin),
yang berarti bergerak menjauh. Menurut Daniel Goleman yang menulis buku Emotional Intelligence, emosi merujuk
pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi
merupakan reaksi terhadap aksi yang kita terima dari luar diri. Peristiwa
kematian orang yang kita cintai membuat kita bersedih. Secara fisik, kita akan
menangis dan tersedu-sedu untuk beberapa saat. Emosi sedih telah mendorong kita
melakukan perilaku tertentu yaitu menangis. Di lain hari, saat mendapat kabar
kita memenangkan suatu lomba, timbullah emosi gembira yang membuat kita
tersenyum dan tertawa. Seperti itulah emosi.
Jadi
alami saja emosi berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi. Jika kita tidak punya
emosi, kita akan mirip patung. Namun jika satu emosi, misalnya kesedihan
terlalu menguasai diri, kita kurang bisa memikirkan dan melakukan hal lain
sehingga timbullah masalah. Seperti kasus teman saya. Kesedihan atas kematian
ibunya ternyata masih bersemayam dalam dirinya, bahkan bersekutu dengan mendung
sehingga tiap mendung, kesedihan atas kematian ibunya hadir kembali. Padahal
sesuai akar namanya, emosi itu harus bergerak dan berganti.
Berbagai Macam Emosi
Sebagian
orang seringkali salah menggunakan kata ‘emosi’ Misalnya ketika diejek orang
lain, kita mengatakan “Gue emosi, nih!” padahal maksudnya dia sedang marah.
Kebelumpahaman sebagian orang terhadap makna kata emosi seringkali membuat
mereka menyamakan emosi dengan marah. Padahal emosi banyak macamnya.
Beberapa
tokoh mencetuskan berbagai macam emosi. Misalnya saja Descrates yang membagi
emosi jadi:
·
Desire (hasrat)
·
Hate (benci)
·
Sorrow (sedih/duka)
·
Wonder (heran)
·
Love (cinta)
·
Joy (kegembiraan).
·
Fear (ketakutan)
·
Rage (kemarahan)
·
Love (cinta)
Sedangkan
Daniel Goleman mengemukakan beberapa jenis emosi yang lebih bervariasi, antara
lain:
·
Amarah : beringas, mengamuk, benci,
jengkel, kesal hati.
·
Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram,
melankolis, mengasihi diri, putus asa.
·
Rasa takut : cemas, gugup, khawatir,
was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri.
·
Kenikmatan : bahagia, gembira, riang,
puas, riang, senang, terhibur, bangga.
·
Cinta : penerimaan, persahabatan,
kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan.
·
Terkejut : terkesiap, terkejut
·
Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak
suka.
·
Malu : malu hati, kesal
Irma Rahayu dalam bukunya Emotional Healing Therapy membagi emosi menjadi emosi
positif dan negatif. Semua emosi yang membuat kita terlihat senang dimasukkan
ke dalam kategori emosi positif, sedangkan emosi yang membuat kita tampak
sengsara masuk ke dalam kategori emosi negatif. Namun baik emosi positif maupun
emosi negatif ini sama pentingnya dan harus seimbang. Nggak lucu kan kalau kita
terlihat gembira pada saat datang melayat kerabat yang meninggal dunia?
Berbagai
macam emosi itu akan tetap ada, selama kita masih menjadi manusia. Jika emosi
hilang dalam diri, mungkin kita akan
seperti zombi kali, ya? Emosi akan menentukan sikap dan perilaku selama kita
masih hidup. Jadi kita harus bagaimana agar emosi-emosi ini terkendali dan
tidak berdampak buruk pada diri kita? Menurut The Irma Rahayu, caranya gampang
tetapi pelaksanaannya tidak mudah. Salurkan saja emosi itu.
Menyalurkan Emosi
Emosi
seperti air, harus mengalir. Air yang dibendung, tanpa saluran sama sekali,
akan menjebol bendungan itu suatu hari nanti. Air yang dibiarkan meluap, tumpah
ruah juga menjadi banjir yang dapat mendatangkan banyak kerugian. Hanya air
yang mengalir, ditata dengan baik alirannya saja yang bisa mendatangkan banyak
manfaat dan nikmat. Begitu juga dengan emosi.
Emosi
yang dipendam akan berdampak buruk terhadap kesehatan jasmani dan rohani. Pada
Jasmani, emosi yang dipendam itu akan bermukim di organ tertentu dan menjadi
penyakit di sana. Pada rohani, emosi yang terpendam menjadi penyakit mental
seperti fobia, trauma, dan lainnya yang tidak mengancam jiwa dalam waktu cepat,
namun akan menurunkan kualitas hidup
kita secara menyeluruh.
Memendam emosi |
Emosi
yang diluapkan atau dilampiaskan seketika, tentu saja akan membuat orang atau
lingkungan sekitar kita tidak nyaman. Misalnya saat marah, kita membanting
benda-benda yang bisa dicapai sambil mengucapkan sumpah-serapah. Mungkin
setelah meluapkan emosi seperti itu kita seolah lega, namun timbul masalah
baru. Ada orang yang tersinggung dengan ucapan kita yang marah itu atau
benda-benda yang rusak.
Cara menyalurkan emosi yang
diterapkan oleh Teh Irma Rahayu sangat sederhana. Yaitu dengan menerima emosi
itu sebagai fitrah hidup kita sebagai manusia.
Mengalirkan atau menyalurkan emosi,
karenanya, menjadi hal yang penting untuk kita pelajari. Secara sederhana,
mengalirkan atau menyalurkan emosi itu sama dengan menerima emosi sebagai
bagian dari fitrah kita sebagai manusia. Jika kita marah, takut, sedih, malu,
jengkel terima dan akui saja. Jika harus berteriak, menangis, dan melakukan perilaku
lain dalam rangka mengakui keberadaan emosi itu lakukan saja di tempat yang
aman dan nyaman.
Selanjutnya, Teh Irma Rahayu
menyarankan kita untuk mengomunikasikan emosi itu pada orang yang menyebabkan emosi
itu muncul dengan cara yang santun. Jika tidak bisa berkomunikasi langsung,
hadirkan sosoknya dalam benak kita dan bicaralah padanya. Terakhir
berkomunikasi dengan Allah dan menyerahkan diri sepenuhnya pada Yang Mahatinggi
itu.
Terdengar gampang sekali, ya?
Padahal praktiknya tidak. Maka dari itulah Teh Irma Rahayu membuka kelas-kelas
Emotional Healing Therapy di berbagai kota. Informasi kelas biasanya ada di
twitter @irmasoulhealer atau Facebook fanspage Irma Rahayu. Setelah mengikuti
kelas, diharapakan peserta dapat berlatih menyalurkan emosinya dan di kemudian
hari membantu keluarga dan kerabatnya untuk bisa menyalurkan emosi juga. Jika emosi itu mendapat saluran, insya Allah ia dan keluarganya dapat keluar dari lingkaran setan masalah.
Om Kokooo thank you pencerahannya.....
BalasHapusTerima kasih sudah sempatkan watu unruk mampir Mbak Ifa
HapusMas Koko, berarti tahapan untuk menanggulangi emosi negatif itu begini ya: Aku > luapkan > komunikasikan > berdoa.
BalasHapusYang paling sulit adalah pas tahap mengkomunikasikan ke orang yang menyebabkan emosi kita muncul.
Tapi saya percaya kalau emosi itu memang harus dikeluarkan, jangan dipendam. Asal caranya yang aman dan nyaman.
maksudnya tahapan pertama itu: Akui
BalasHapusIya. Misalnya dengan mengucapkan: aku marah dengan ucapan kamu yg merendahkanku itu, sambil membayangkan orangnya
Hapusjadi kalau ada yg ngomong "aku sedang emosi" itu maknanya bisa sedang marah, bahagia, benci, cinta, dll ya?
BalasHapusKalau intonasi tinggi, muka cemberut, dan ekspresi kayak mau makan orang, kita tahu yang dimaksud emosi oleh orang itu adalah marah... ^_^
Hapus