Ada satu pertanyaan sederhana, namun tidak semua pasangan menikah dapat menjawabnya. Pertanyaan itu adalah, “mengapa ingin memiliki anak?” Bagi pasangan yang bertahun-tahun menikah namun belum juga dikaruniai anak, pertanyaan itu akan dijawab dengan lancar. Mereka sudah melewati ribuan hari tanpa tangis bayi, tiada canda tawa dengan anak-anak. Mereka menemukan banyak sekali alasan sehingga ingin sekali memiliki anak. Untuk pasangan yang sangat mudah dititipi anak oleh-Nya, pertanyaan mengapa ingin memiliki anak, bisa jadi terbersit pun tidak. Anak seolah hadir begitu saja. Baru saja menikah, beberapa bulan kemudian istri hamil. Setahun kemudian pasangan suami istri telah menjadi orang tua. Beberapa tahun kemudian, anak kedua, ketiga dan seterusnya lahir. Jawaban-jawaban berikut ini mungkin menjadi jawaban sekian orang tua saat mendapat pertanyaan tersebut: Saya ingin menciptakan kembali masa kecil yang indah Ngg…Semacam investasi untuk hari nanti Sebab saya percaya, kita akan m...
Setelah
kontroversi poster film Surga yang TakDirindukan di ranah media sosial, akhirnya kita bisa menyaksikan film
produksi MD Pictures itu di bioskop mulai 15 Juli 2015. Saya baru menyempatkan
diri menyaksikan film ini bersama istri setelah dua minggu penayangannya.
Berikut ini beberapa CACAT yang saya temukan setelah menonton film dari novel
Asma Nadia ini.
Cerita poligami yang
seimbang
Beberapa
hari terakhir beredar potongan gambar atau screenshoot
tweet Asma Nadia tentang poligami. Beberapa orang menghujat isi tweet tersebut
karena menganggap Asma Nadia antipoligami. Kalimat yang ambigu dan multitafsir,
mungkin menjadikan orang mudah menuduh Asma Nadia anti poligami.
Kontroversi Tweet Asma Nadia |
Orang
yang belum menonton film Surga yang Tak Dirindukan juga bisa mudah
menuduhkan hal serupa hanya dengan melihat poster film saja. Setelah menyaksikan
sendiri film berdurasi hampir 2 jam tersebut, awalnya saya juga menangkap pesan
ketidaksukaan terhadap poligami. Namun seiring alur cerita kita dapat melihat
proses Arini (Laudya Chintya Bella)
dalam memaknai poligami yang terjadi pada keluarganya. Awalnya ia begitu
membenci poligami saat tahu ayah dan suaminya ternyata beristri lebih dari satu.
Seiring waktu, ada perubahan pada diri Arini mengenai poligami. Proses
perubahan makna poligami inilah yang penting untuk menjadi cermin pagi para
istri dan suami atau para lajang yang menonton film Surga yang Tak Dirindukan.
Adegan-adegan
yang memperdebatkan tafsir QS An-Nisa 2-3 juga bisa saksikan dari sudut pandang
Pras (Fedi Nuril), Amran (Kemal Palevi)
dan Hartono (Tanta Ginting) dan ibunda Arini (Ray Sitoresmi). Sosok-sosok
tersebut dapat menjadi wakil suara-suara opini tentang poligami pada
masyarakat. Entah kenapa, saya jadi terpikir bahwa orang-orang yang sering
berdebat kusir tentang poligami perlu menonton film Surga yang Tak Dirindukan
agar debat yang tak perlu disudahi dengan kesepakatan Poligami
Itu Terserah Anda, Syarat dan Ketentuan Berlaku.
Air mata bercucuran
Saya
harus bilang, film ini cukup banyak memuat adegan yang berlinang air mata,
terutama dari tokoh Arini, Pras, maupun Meirose (Raline Shah). Bahkan di beberapa adegan, mata si tokoh
di-close up sehingga sangat mungkin
memancing haru para penonton.
Arini menangis saat melihat kondisi Pras |
Pada
beberapa linangan air mata, saya menemukan tangisan yang janggal. Kenapa Mei Rose
menangis untuk kepergian ayahnya, namun tiada air mata untuk laki-laki yang
telah meninggalkannya dalam keadaan hamil? Ganjil juga melihat Meirose yang menangis setelah melahirkan dengan operasi
Caesar masih bisa berjalan ke atap gedung rumah sakit untuk bunuh diri. Depresi
yang demikian kuatkan yang membuat Meirose mampu berjalan ke atap? Saya sempat
menanyakan hal itu pada istri saya yang pernah bertugas di instalasi kebidanan.
Jawab istri saya, “nggak ada keterangan jeda waktu dari melahirkan. Jadi
mungkin-mungkin aja Meirose kuat jalan ke atap.”
Cakepnya biasa
Beberapa
adegan yang menyorot pemeran secara close
up membuat penonton bisa melihat permukaan kulit para pemain, khususnya Laudya Chintya Bella dan Raline Shah. Tidak
seperti di media promosi cetak dan elektronik yang memperlihatkan kulit halus
mulus nan bersinar mereka, dalam adegan itu kulit mereka tampak bercak dan
kurang mulus. Dampak bedak atau make up?
Entahlah. Namun hal itu membuat mereka seperti wanita Indonesia pada umumnya.
Justru kulit Fedy Nuril, Tata Ginting dan Kemal Palevi yang terlihat halus di
sepanjang adegan. Lho, ini kok jadi bahas kulit, sih? ^_^
Arini, close up |
Aman untuk anak-anak
Film
ini dilabeli untuk penonton 13+ Saya sepakat, film ini bisa ditonton anak usia SMP. Kata Om Jean Piaget, anak 12 tahun ke atas sudah berpikir secara rasional formal, mulai paham soal poligami. Namun saya menemukan ada orang tua yang mengajak
anak usia SD menonton film Surga yang Tak Dirindukan. Mereka duduk di belakang saya saat menonton. Saya sempat khawatir ada ‘adegan dewasa’ yang
wajar bagi pengantin baru meskipun dadakan seperti Pras dan Meirose. Untunglah
film Surga yang Tak Dirindukan bersih dari ‘adegan dewasa’
Saya
mencatat setidaknya ada dua-tiga kali adegan rangkul antara Arini dan Pras juga
Pras dan Meirose. Film yang mengusung pesan islami ini belum bisa memberikan
alternatif adegan emosioal tanpa pelukan. Jika mereka suami istri dalam film
itu, wajar saja, kan berpelukan? Sebagian orang yang sangat idealis dengan
pesan islami tetap menganggap adegan itu sebaiknya dihindari kecuali jika
pemainnya memang suami istri di kehidupan nyata.
Terjawab kenapa surga tak
dirindukan
Saat
poster film Surga yang Tak Dirindukan dipublikasikan, sebagian orang
menyayangkan judul film tersebut. Istri saya juga begitu. Komentarnya, “aneh.
Surga kok nggak dirindukan.”
Jika
kita telah menonton film Surga yang Tak Dirindukan beberapa adegan akan menjawab
makna Surga yang Tak Dirindukan itu. Misalnya pada adegan Arini yang bertemu
Amran dan Hartono tidak lama setelah Pras menikahi Meirose. Arini dan Amran berdebat
soal sabar dan ikhlas dalam poligami, serta surga sebagai balasannya.
Dialog-dialog tokoh-tokoh itu dapat memberikan jawaban bagi penonton yang
masih bertanya mengapa harus Surga yang
Tak Dirindukan?
Surga yang diimpikan |
Itulah
sebagian CACAT yang saya temukan dalam film Surga yang Tak Dirindukan. CACAT
ini pendapat saya pribadi, jika ada yang tidak sepakat, wajar saja. Namun
alangkah baiknya jika ketidaksepakatan itu terjadi setelah kita sama-sama
menonton film Surga yang Tak Dirindukan.
Asma Nadia melalui akun media sosialnya mengabarkan bahwa saat
ini, film Surga yang Tak Dirindukan sudah menembus 1.000.000 penonton. Semoga
dengan banyaknya jumlah penonton itu membuat rumah produksi semakin berminat
menggarap novel Islami menjadi film bagi orang-orang yang jarang nonton ke
bioskop seperti istri saya.
BACA JUGA
Ulasan yang lengkap, Kang. Saya belum nonton euy :(
BalasHapusAyo, nonton. Mumpung masih ada di bioskop ^_^
HapusSatu lagi cacatnya, drama queen. Karakternya too good to be true tapi tetep aja saya termehek-mehek waktu nonton.
BalasHapusSayang, keindahan alamnya kurang terekspos.
Iya, pengen lebih banyak pemandangan dari atas, tapi nggak goyang. Biayanya pasti mahal ^_^
HapusMemang harus ditonton dulu, baru bisa memberikan kritikan..
BalasHapusDan saya setelah menontonnya dapat mengatakan bahwa film ini layak tonton dan diberi apresiasi yg tinggi.. Soal adegan rangkulan, saya setuju bahwa itu sebaiknya dihindarkan, agar film dg tema Islami tetap dapat tampil secara Islami.
Ya, masukan dan komentar dari kita mudah-mudahan jadi sumbangan yang berarti untuk perkembangan film islami Indonesia
HapusAda yg aneh, menurut sy, pas adegan di apotek, saat arini ketemu mei rose. Ketika arini keluar apotek, tdk melihat dan mengenali mobil pras yg jelas terparkir di depan apotek tsb.
BalasHapusItu adegan yang kayaknya sengaja dibuat untuk memainkan emosi penonton
HapusSaya kok pas sampe bioskop malah masuk studio #AntMan ya mas :-D Heheh. Baca ini jadi kepengen balik ke Bioskop biar ga salah studio lagi
BalasHapusAnt Man media promosinya juga jor-joran. Kalau kita suka film fiksi ilmiah superhero gitu, wajar jika tergoda. Ayo segera nonton...
Hapuskenapa ya batas usia di setiap film sll saja dilanggar penontonnya...
BalasHapusMungkin karena belum ada 'polisinya' Bunda, sehingga orang yang melanggar tidak merasa bersalah dan jera
HapusTerkadang memang kulit prianya lebih menawan #gagalfokus.
BalasHapusBelum nonton! Tapi penasaran juga , hebat ulasannya. Pengen belajar nulis tentang film juga nih kayaknya di masa depan.
Para pria rajin perawatan juga, sih ^_^
HapusBerharap ada nobar buat blogger, sih. Tapi kayaknya PH punya strategi lain daripada melibatkan blogger secara langsung
mau ngomong apa ya. nggak nonton :D
BalasHapusTapi keren dengan artikel seperti di atas.. orang bisa mempertimbangkan untuk menonton. Kang ... yakin ngga artikelnya mempengaruhi pembaca yang mau nonton? :D
Sebenarnya tulisan ini lebih cocok untuk berdiskusi dengan teman-teman yang sudah nonton. Tetapi jika ada yang tergerak untuk nonton setelah baca tulisan ini, alhamdulillah aja, Kang Ade ^_^
Hapushahaha lucu pas ngebahas kulit.. saya blm nonton, tapi selalu baik sangka aja diantara kontroversi :-)
BalasHapusYup, semoga film ini membawa kebaikan
HapusSaya sampai sekarang masih gagal paham.lenapa bisa piligami tanpa sepengethuan istri pertama apakah ini sesuai islam.memang boleh?? Ini lo MAINSET yang jangan sampai orang beranggapan ini sah2 saja
BalasHapusKalau di film SUrga yang Tak Dirindukan, kita bisa tahu alasannya. Pada realita di masyarakat, entahlah. Mungkin harus ada penelitian terpadu lebih dahulu
Hapussetuju kalo ini film tentang poligami yang cukup berimbang. unsur sisi kewanitaan Arini yang nggak rela diduakan ada, unsur ttg poligami atas 'alasan khusus' dari sisi Pras juga ada.
BalasHapusFilm Surga yang Tak Dirindukan terlalu memperlihatkan ke-feminisme-an seorang wanita ketika mengetahui suaminya berpoligami. Padahal dalam novelnya, seorang Arini mampu menguasai emosinya untuk tidak melabrak Pras. Adaptasi yang tidak 100 %...Hhh :-(
BalasHapusFilm Surga yang Tak Dirindukan terlalu memperlihatkan ke-feminisme-an seorang wanita ketika mengetahui suaminya berpoligami. Padahal dalam novelnya, seorang Arini mampu menguasai emosinya untuk tidak melabrak Pras. Adaptasi yang tidak 100 %...Hhh :-(
BalasHapus